ANALISIS SEMIOTIKA ROLAND BARTHES PADA FILM CORPSE BRIDE
PENDAHULUAN
Film merupakan sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak, dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum. Hal paling penting dalam film adalah gambar dan suara; kata yang diucapkan (di tambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi gambar-gambar), dan musik film. Institusi media bukan hanya mengembangkan teknik dan aspek sinematografi yang canggih sehingga mampu menghasilkan film yang bermutu, tetapi juga mengembangkan perspektif yang digunakan dalam melihat fakta dan menyajikannya. Sebuah film mampumenghadirkan kembali realitas berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi, dan ideologi dari kebudayaan. Pesan dalam film akan menyajikan gambaran realitas yang telah “diseleksi” berdasarkan faktor-faktor baik yang bersifat kultural, sub-kultural, institusional, industrial, nilai-nilai dan
ideologis tertentu (Johassan: 2013, 2). Sistem semiotika yang lebih penting dalam film adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu yang digunakan dalam film mengisyaratkan pesan kepada penonton. Film merupakan bidang kajian yang sangat relevan untuk analisis semiotika karena film dibangun dengan berbagai tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Film biasanya mempunyai makna seperti yang dikemukakan Roland Barthes, yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified). Biasanya penonton hanya mengetahui makna dari film secara menyeluruh, tetapi ketika film tersebut dianalisis, banyak sekali makna denotasi, konotasi, dan mitos, (Wirianto, 2016:27).
ideologis tertentu (Johassan: 2013, 2). Sistem semiotika yang lebih penting dalam film adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu yang digunakan dalam film mengisyaratkan pesan kepada penonton. Film merupakan bidang kajian yang sangat relevan untuk analisis semiotika karena film dibangun dengan berbagai tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Film biasanya mempunyai makna seperti yang dikemukakan Roland Barthes, yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified). Biasanya penonton hanya mengetahui makna dari film secara menyeluruh, tetapi ketika film tersebut dianalisis, banyak sekali makna denotasi, konotasi, dan mitos, (Wirianto, 2016:27).
Penelitian ini berfokus pada analisis
semiotika Roland Barthes atas realitas sakralnya sumpah pernikahan yang digambarkan dalam film Corpse Bride. Corpse Bride adalah film kartun yang rilis pada tahun 2005, disutradari oleh Tim Burton dan Mike Johnson dengan Johnny Depp sebagai pengisi suara tokoh utama pria (Victor van Dort), Helena Bonham Carter sebagai pengisi suara Emily, serta Emily Watson sebagai pengisi suara Victoria Everglot. Film ini menceritakan tentang Victor van Dort yang akan dinikahkan oleh orangtuanya dengan Victoria Everglot agar keluarganya tidak jatuh miskin. Tidak seperti dugaannya, ternyata ia nyaman berada di dekat calon isterinya itu. Saat latihan pernikahan, Victor tak mampu mengucapkan sumpah dengan baik di depan pendeta karena gugup. Bahkan, kegugupannya menimbulkan kekacauan hingga membuat pernikahan terpaksa ditunda. Karena sedih akibat olokan orang-orang, ia pun pergi dari rumah Victoria menuju hutan. Di hutan yang gelap, ia berlatih mengucapkan sumpah pernikahan dengan serius sambil menyelipkan cincin ke sebuah ranting pohon. Namun, tak disangka setelah sumpah pernikahan berhasil ia ucapkan dengan lancar, ranting di mana cincin pernikahan tersebut tersemat kini bergerak, hingga detik berikutnya seorang mayat perempuan dengan pakaian pengantin muncul dari sebuah kuburan yang membeku.
Semiotika dalam penelitian ini digunakan sebagai pendekatan untuk menganalisis makna tanda (sign). Semiotika tidak lain adalah penalaran logika melalui tanda, dimana manusia hanya bernalar melalui tanda. Sebagaimana diketahui, tanda tidak
terbatas pada benda, tetapi wacana sosial sebagai fenomena bahasa, dapat juga dipandang sebagai tanda. Semiotika Roland Barthes menganalisis pemaknaan tanda melalui sistem pemaknaan denotatif (denotation), konotatif (connotation) dan meta bahasa (metalanguage) atau mitos. Topik penelitian ini sangat penting untuk menangkap pesan moral dalam film Corpse Bride yang sangat relevan diterapkan kembali pada saat ini, khususnya pada orang-orang yang mulai tidak lagi memperhatikan dalam menjalankan sumpah pernikahan.
KERANGKA TEORITIK
Semiotika
Pengertian semiotika secara terminologis adalah ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Menurut Eco, semiotic sebagai “ilmu tanda” (sign) dari segala yang berhubungan denganya cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya dan penerimaanya oleh mereka yang mempergunakannya. Semiotika secara epistimologis menurut Roland Barthes adalah : Istilah semiotic berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda disini didefinisikan sebgai sesuatu atas dasar konvensial sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Dimana aliran konotasi pada waktu menelaah sistem tanda tidak berpegang pada makna primer, tetapi melalui makna konotasi.
Menurut Fiske (2004) dalam bukunya “Cultural and communication studies” terdapat tiga bidang studi utama dalam semiotika, yakni:
1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian yang menggunakanya.
2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikan.
3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.
Semiotika juga merupakan proses untuk menginterpretasi kode dan pesan yang direpresentasikan oleh media agar penonton dapat memahami makna yang tersimpan dalam sebuah teks. Teks menurut Roland Barthes memiliki arti yang luas. Teks tidak hanya berkaitan dengan aspek linguistik saja. Semiotik dapat meneliti teks dimana tanda-tanda terkodifikasi dalam sebuah sistem. Dengan demikian semiotic dapat meneliti bermacam-macam teks seperti berita, film, iklan, fashion, fiksi, puisi, dan drama.
Semiotika Roland Barthes
Roland Barthes adalah pemikir struktural yang menganut teori semiotik Saussure. Bartens menyebutkan sebagai tokoh yang memainkan peranan sentral dalam strukturalisme tahun 90-an dan 70-an. Ia berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyatakat tertentu dalam waktu tertentu. Sistem pemaknaan, menurut Barthes ada dua yaitu Konotatif dan Denotatif. Konotasi walau pun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sistem pemaknaan tatara kedua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sastra merupakan contoh paling jelas sistem pemaknaan tataran ke-dua yang dibangun di atas sistem bahasa sebagai sistem pertama. Sistem ke-dua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya secara tegas dibedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan (tataran pertama).
Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai mitos dan berfungsi untuk mengunkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Sebagaimana di dalam mitos terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda dan tanda. Sedangakn tataran keduanya adalah mitos. Dalam mitos juga ditemukan pola tiga-dimensi yaitu penanda, petanda, dan tanda. Tapi mitos adalah suatu sistem yang janggal, karena dibentuk dari rantai semiologis yang telah eksis sebelumnya, mitos merupakan sistem semiologis tatanan kedua (second order semiological system).
Pada signifikasi tahap kedua, tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos adalah cerita yang digunakan suatu kebudayaan untuk menjelaskan atau memahami beberapa aspek dari realitas atau alam. Menurut barthes, mitos merupakan cara berpikir dari suatu kebudayaan tantang suatu, cara untuk mengkonseptualisasaikan atau memahami suatu. Dengan mitos kita dapat menemukan ideology dalam teks dengan jalan meneliti konotasi-konotasi yang terdapat di dalam mitos itu sendiri (Sobur, 2006).
Mitos dari Roland Barthes mempunyai makna berbeda dengan mitos dalam arti umum (mitos takhayul). Mitos dari Roland Barthes memaparkan fakta. Bagi Roland Barthes mitos adalah bahasa: le mythe est une parole. Konsep parole yang di perluas oleh Roland Barthes dapat berbentuk Verbal (lisan atau tulisan) atau Non Verbal: n’importe quelle matiere peut etre dote arbitairement de signification (materi apa pun dapat dimaknai secara arbiter). Mitos merupakan perkembangan dari konotasi, konotasi yang menetap pada suatu komunitas berakhir menjadi mitos. Pemaknaan tersebut terbentuk oleh kekuatan mayoritas yang memberi konotasi tertentu kepada suatu hal secara tetap sehingga lama kelamaan menjadi mitos (makna yang membudaya). Roland Barthes membuktikannya dengan melakukan pembongkaran (demontage semiologique).
Dalam analisis film Corpse Bride ini, alasan penulis untuk lebih memilih menggunakan teori semiotika Roland Barthes daripada teori semiotik-semiotik yang lain karena pada teori semiotika Roland Barthes, pemaknaan dua tahap denotasi konotasi yang digunakan oleh Roland Barthes dalam teori semiotikanya, Roland Barthes menelusuri makna dengan pendekatan budaya, Roland Barthes memberikan makna pada sebuah tanda berdasarkan kebudayaan yang melatarbelakangi munculnya makna tersebut. Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification”, mecakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman cultural dan personal). Di sinilah titik perbedaan Semiotik Roland Barthes dengan ahli-ahli semiotic yang lain. Selain itu Barthes juga melihat aspek lain dari penadaan yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat. Mitos menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi terebut akan menjadi mitos. Selain itu di dalam semiotic Roland Barthes, makna konotasi identik dengan operasi ideology, yang disebutnya sebagai “mitos” dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif Kualitatif. Menurut Kriyantono (2006:69) penelitian deskriptif berupaya mengambarkan atau menguraikan hal dengan apa adanya serta menggunakan data kualititaif yang akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati. Setelah itu akan dideskripsikan secara utuh untuk menemukan hasil penulisan. Objek penulisan adalah scene-scene dalam film Corpse Bride yang menampilkan nilai pesan-pesan selama durasi film tersebut.
Analisis data pada penelitian ini menggunakan pemahaman Semiotika Roland Barthes yaitu pemaknaan tanda melalui sistem pemaknaan denotatif (denotation), konotatif (connotation) dan meta bahasa (metalanguage) atau mitos. Tahapan analisis data yang dilakukan penulis yaitu dengan menonton film Corpse Bride, setelah itu memotong scene-scene yang menggambarkan makna sakralnya sumpah pernikahan, penulisan ini tidak meneliti semua scene dalam film, yang diteliti adalah scene yang terdapat unsur pesan dan makna. Sedangkan unit analisis yang diteliti oleh penulis disini adalah audio dan visual. Audio meliputi: dialog/monolog dan musik, sedangkan visual meliputi: angel, setting, serta gesture/aksi.
Fokus penelitian yang digunakan adalah analisis semiotika yaitu ilmu tentang tanda dari pandangan Roland Barthes yang mengembangkan dua sistem penandaan bertingkat yang disebutnya sistem denotasi dan konotasi yang dapat digunakan dalam mengenali dan memahami tanda-tanda/simbol serta makna yang ditampilkan dalam film Corpse Bride. Film dan televisi memiliki bahasanya sendiri dengan sintaksis dan tata bahasa yang berbeda. Film pada dasarnya bisa melibatkan bentuk-bentuk simbol visual dan linguistik untuk mengkodekan pesan yang sedang disampaikan. Film umumnya dibangun dengan banyak tanda, tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan, yang paling penting dalam adalah gambar dan suara, kata yang diucapkan (ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi gambar-gambar) dan musik film. Adapun sumber data dalam penulisan ini adalah data primer yang diperoleh langsung dari objek peneltian yaitu film Corpse Bride dan data sekunder yang diperoleh melalui artikel-artikel yang berkaitan dengan fokus penelitian.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah:
1. Menonton film
Setelah memilih film penulis kemudian menonton film tersebut hingga
selesai.
2. Membagi film dalam beberapa scene
3. Memotong video (cutting)
4. Menganalisa film menggunakan analisis semiotika Roland Barthes, yakni pemaknaan tanda melalui sistem pemaknaan denotatif (denotation), konotatif (connotation) dan meta bahasa (metalanguage) atau mitos
5. Menarik kesimpulan dari hasil analisisi.